JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tak cukup hanya menangkap Tommy Hendratno, Kepala Seksi Pengawasan
dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo, Jawa Timur,
untuk membongkar mafia pajak.
KPK juga harus membongkar kasus
manipulasi restitusi pajak pada periode 2009-2010. Dengan begitu, hal
itu akan lebih membantu KPK memahami sepak terjang mafia pajak.
Demikian diungkapkan anggota Komisi III DPR bidang Hukum, Bambang Soesatyo, kepada Kompas, Minggu (10/6/2012) siang ini.
"Merespons
tekad KPK membongkar jaringan mafia pajak, Komisi III DPR akan
mendorong KPK membuka kembali, serta mendalami kasus dugaan manipulasi
restitusi pajak, bersama dengan kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala
Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Sidoarjo, Jawa Timur, Tommy Hendratno," ujarnya.
Menurut Bambang,
kasus dugaan suap yang melibatkan Tommy, modusnya relatif lebih
sederhana. "Karena itu, mengingat DPR gagal menggolkan Pansus Mafia
Pajak, KPK harus didorong membuka kembali dugaan manipulasi restitusi
pajak, yang kasusnya pernah dilimpahkan ke Panja Perpajakan Komisi III
DPR," tambahnya.
Ajakan ini, lanjut Bambang, sekaligus untuk mengukur dan menguji kesungguhan serta keberanian KPK memerangi mafia pajak.
"Dirjen
Pajak dulu pernah mengabulkan permintaan restitusi pajak Rp 7,2 trilyun
rupiah yang diminta oleh PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT
Multimas Nabati Asahan (MNA) milik Wilmar Group. Mayoritas atau 96
persen saham WNI-MNA dikuasai Tradesound Investment Ltd yang beralamat
di PO BOX 71, Craigmuir Chamber Road Town, Tortola, British Virgin
Island," ungkap Bambang.
Bambang mengatakan, Kepala KPP Besar Dua
mengajukan usul pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan) atas dugaan
tindak pidana oleh WNI dan MNA.Tetapi usul ini tidak digubris Direktur
Intelijen dan Penyidikan Pajak dan Dirjen Pajak.
Dalam catatan Kompas,
kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, hingga kini juga
belum tuntas ditelusuri oleh aparat hukum seperti kepolisian dan
kejaksaan.